Bandung, INFO JABAR ONLINE – Kasus dugaan korupsi PT BDS di Kabupaten Bandung kini menjadi sorotan publik. Proses penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum menarik perhatian banyak pihak, termasuk kelompok masyarakat sipil. Dari tengah dinamika itu, Ketua Umum Komite Pencegahan Korupsi (KPK) Jawa Barat, Rd. Piar Pratama S, SH, tampil dengan sikap yang menekankan ketegasan dalam prinsip hukum, sekaligus penghargaan terhadap perbedaan pendapat.
Dalam pernyataannya kepada Info Jabar Online, Piar menegaskan audiensi sejumlah pihak ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung bukanlah pelanggaran. Sebaliknya, langkah itu merupakan wujud partisipasi masyarakat yang dijamin regulasi.
“Dalam PP Nomor 43 Tahun 2018 jelas disebutkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum. Jadi audiensi itu sah dan wajar, bukan sesuatu yang perlu dicurigai,” ujarnya.
Piar mengingatkan, pengawalan masyarakat jangan dipahami sebagai intervensi. Profesionalisme aparat kejaksaan, menurutnya, tetap menjadi faktor utama dalam memastikan penegakan hukum berjalan sesuai prosedur.
Piar juga menyoroti langkah kepolisian dalam menangani kasus lain di luar PT BDS. Ia menyebut penetapan tersangka terhadap mantan komisaris salah satu perusahaan milik BUMD di Kabupaten Bandung sebagai bukti aparat bekerja hati-hati dan berdasarkan bukti hukum yang cukup.
“Penetapan tersangka tidak mungkin dilakukan sembarangan atau tebang pilih. Itu menunjukkan aparat bekerja dengan profesional. Langkah ini patut diapresiasi,” tegasnya.
Dalam wawancara eksklusif dengan Info Jabar Online, Piar mengakui dirinya dan lembaga yang ia pimpin kerap menghadapi kritik keras. Namun, ia memandang kritik sebagai bagian dari proses demokrasi.
“Kadang ada yang menilai kami mencari panggung atau bahkan intervensi. Padahal tujuan kami sederhana: mengawal agar proses hukum tidak berhenti di tengah jalan,” katanya.
Alih-alih menolak kritik, Piar memilih untuk menerimanya.
“Kalau kita marah pada kritik, sama saja kita menutup pintu belajar. Kritik adalah tanda kepedulian. Tinggal bagaimana kita menjawabnya dengan kerja nyata,” ujarnya dengan nada menenangkan.
Di balik pernyataannya yang tegas, Piar menampilkan sisi pemimpin yang mengutamakan harmoni sosial. Ia menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak boleh merusak persatuan masyarakat.
“Yang penting masyarakat tidak terpecah. Pencegahan dan pemberantasan korupsi harus kita dukung bersama. Jangan sampai perbedaan pandangan membuat kita bertikai. Kabupaten Bandung harus tetap aman dan kondusif,” pesannya.
Sosok Piar Pratama menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup hanya mengandalkan pasal dan prosedur hukum. Lebih dari itu, diperlukan ruang dialog, penghargaan terhadap kritik, serta upaya menjaga kondusifitas sosial. Dengan sikap tegas sekaligus terbuka, Piar menghadirkan wajah pemberantasan korupsi yang tidak hanya menindak pelanggaran, tetapi juga merawat kepercayaan masyarakat terhadap negara.**