Pemred Info Jabar Online – Di Sumedang, sebuah pagar dibongkar diam-diam. Lokasinya bukan sembarangan, pagar itu mengelilingi kompleks Pusat Pemerintahan Sumedang (PPS), simbol kekuasaan administratif daerah. Konon, pembongkaran itu bagian dari rencana membuat taman kota. Namun yang tampak kini hanyalah tanah gersang, puing berserakan, dan ketidakjelasan yang dibiarkan tumbuh liar di jantung kota.
Publik bertanya-tanya, taman macam apa yang dibangun tanpa rencana? Pembangunan seperti apa yang dimulai tanpa dokumen, tanpa kontrak, tanpa papan proyek, dan lebih mengejutkan lagi tanpa anggaran resmi?
Penelusuran kami menunjukkan, proyek pembongkaran itu tidak pernah tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas PUTR Sumedang. Tidak ada Surat Perintah Kerja (SPK). Tidak ada pihak ketiga. Bahkan, menurut pengakuan pejabat teknis, dana pembongkaran berasal dari kantong pribadi Kepala Bidang Cipta Karya. Alasannya: “perintah langsung” dari Bupati.
Sungguh preseden yang mencemaskan.
Penggunaan uang pribadi dalam proyek pemerintah bukanlah bentuk pengabdian. Ia bisa menjadi jebakan etik, bahkan pintu masuk gratifikasi. Pejabat publik tidak boleh mencampuradukkan loyalitas dengan pelanggaran prosedur. Negara bekerja dengan sistem, bukan dengan bisikan.
Kalau benar instruksi pembongkaran hanya disampaikan secara lisan, kita patut khawatir: Sumedang sedang membuka pintu bagi pemerintahan yang mengandalkan kehendak, bukan aturan. Hari ini pagar dibongkar tanpa rencana. Besok mungkin kantor dibangun tanpa anggaran. Lusa, siapa tahu jembatan bisa dipugar tanpa kajian.
Yang lebih membingungkan, hingga tulisan ini dibuat, Pemerintah Kabupaten Sumedang belum mengeluarkan satu pun pernyataan resmi. Diam yang panjang itu hanya mempertebal kecurigaan publik. Ketiadaan jawaban dari pejabat bukanlah bentuk kehati-hatian, melainkan pengabaian.
Dalam tata kelola publik, ada prinsip yang tak boleh ditawar: transparansi. Sekecil apa pun proyek, ia harus ditopang oleh dokumen, aturan, dan anggaran yang sah. Apalagi bila menyangkut aset negara. Membongkar pagar kantor pemerintahan bukan urusan kecil. Ia adalah simbol, bahwa negara tahu apa yang sedang dan akan dilakukannya.
Kini, yang tersisa hanyalah lahan kosong dan rasa kecewa. Proyek yang katanya akan jadi taman justru berakhir menjadi lambang kegagapan birokrasi. Pejabat boleh berganti, jabatan bisa berakhir. Tapi dampak dari proyek abu-abu semacam ini akan lama membekas di benak warga.
Pemerintah Kabupaten Sumedang harus segera memberikan klarifikasi. Siapa yang memerintahkan pembongkaran? Dengan dokumen apa? Mengapa tidak ada anggaran? Dan bagaimana status dana pribadi yang digunakan? Tanpa jawaban yang terang, Sumedang akan menjadi contoh buruk tata kelola daerah yang rapuh, mudah digoyang oleh kehendak satu dua orang, dan kehilangan arah pembangunan yang berbasis aturan.
Pagar itu sudah runtuh. Jangan sampai prinsip pemerintahan ikut runtuh bersamanya.**
Catatan Redaksi : Redaksi menerima artikel opini dari publik sepanjang mematuhi asas keberimbangan, kebenaran faktual, dan tidak mengandung unsur fitnah atau kebencian. Kirimkan tulisan Anda ke excelnews.id@gmail.com