SUMEDANG, INFOJABARONLINE – Musyawarah Daerah DPD Partai Golkar Kabupaten Sumedang baru akan dimulai September. Tapi, seperti stadion yang penontonnya sudah ribut sebelum kick-off, tensi politik sudah meledak di luar garis lapangan.
Di tengah riuh itu, sorotan kamera mengarah pada Sidik Jafar—Ketua DPRD Sumedang, incumbent Ketua DPD Golkar, sekaligus mantan pemain Persib. Namun kali ini, yang datang bukan operan manis, melainkan tekel keras dari media online. Bukan sekali ini Sidik kena tekel—skenarionya persis seperti menjelang pelantikannya sebagai Ketua DPRD beberapa waktu lalu.
Bagi pengamat politik, ini seperti deja vu: lawan melihat penyerang utama sedang dalam performa terbaik, lalu memutuskan untuk menjatuhkannya sebelum sempat menendang bola ke gawang. Sidik bukan pemain sembarangan. Di bawah kepemimpinannya, Golkar Sumedang menambah kursi dari 7 jadi 10 di DPRD, perolehan suara melonjak dari 83 ribu lebih ke 143 ribu lebih, dan mendapat penghargaan dari Ketum Golkar atas prestasi rekrutmen kader yang meraih peringkat ke-8 nasional dari 530 kabupaten/kita.
Dengan catatan prestasi seperti itu, wajar jika lawan menganggapnya sebagai striker paling berbahaya. Maka, alih-alih menunggu babak final di Musda, mereka melancarkan serangan lebih dulu. Tekel mental, kartu kuning opini publik, bahkan umpan-umpan silang kabar miring—semuanya dimainkan demi menguras tenaga sang incumbent.
Inilah politik. Di lapangan rumput hijau, peluit wasit bisa memutuskan segalanya. Tapi di lapangan politik, wasitnya kadang tak terlihat, dan peluitnya bisa dibunyikan kapan saja—terkadang hanya untuk menghentikan serangan pemain tertentu.
Pertanyaannya, mampukah Sidik bertahan di tengah hujan tekel dan sorakan tribun yang tak semuanya ramah? Sebab di lapangan politik, yang bertahan bukan hanya yang punya stamina, tapi juga yang bisa menguasai bola walau lawan mainnya setengah kasar.
Elang SalaminaÂ