Home » REDAKSI » Dugaan Keracunan Massal Gegerkan Tomo, Puluhan Siswa Tumbang Usai Santap MBG

Dugaan Keracunan Massal Gegerkan Tomo, Puluhan Siswa Tumbang Usai Santap MBG

SUMEDANG, INFOJABARONLINE – Apa yang seharusnya menjadi santapan penuh harapan justru berubah menjadi piring malapetaka. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Tomo, yang digadang-gadang sebagai oase bagi siswa agar lebih sehat dan cerdas, kini justru meninggalkan luka. Puluhan siswa terpaksa dirawat dengan gejala keracunan setelah menyantap menu yang didistribusikan pada Kamis (25/9/2025).

Pertanyaan pun menggelayut: siapa yang seharusnya bertanggung jawab? Semua sorotan kini mengarah pada SPPG, penyedia makanan MBG.

Dugaan sementara mengarah pada kualitas makanan yang disediakan. Laporan medis menyebut korban mengalami mual, muntah, diare, demam, hingga sesak napas. Seperti domino, satu per satu siswa roboh usai menyantap santapan yang sejatinya berlabel “bergizi”.

SPPG, yang mestinya memastikan standar higienitas dan gizi, kini dipertanyakan. Apakah distribusi dilakukan dengan rantai dingin yang tepat? Apakah dapur produksi tunduk pada standar kesehatan? Ataukah yang terjadi hanyalah sekadar formalitas pengadaan, di mana kualitas dikorbankan demi mengejar angka?

Ironi Bergizi, Luka di Balik Janji

Program MBG sejatinya lahir dari niat mulia, memastikan anak bangsa tak belajar dalam perut kosong. Namun ironi menyeruak ketika piring bergizi justru menjadi “piring beracun”.

Dalam kaca pembesar publik, SPPG tak hanya dituntut menyajikan menu, tapi juga menjaga nyawa. Sebab dalam setiap bungkusan nasi, tersimpan tanggung jawab moral, bukan sekadar hitungan kontrak.

Kebutuhan Audit dan Transparansi

Insiden Tomo menjadi alarm keras,  pengawasan terhadap penyedia MBG tak bisa setengah hati. Audit menyeluruh terhadap SPPG mutlak dilakukan, mulai dari dapur produksi, distribusi, hingga rantai logistik. Publik berhak tahu apakah makanan itu lahir dari proses penuh standar, atau sekadar proyek cepat saji yang mengabaikan keselamatan.

Di ruang publik, kecurigaan pun berkembang: jangan-jangan MBG hanya jadi proyek bergizi di atas kertas, namun di lapangan berubah jadi pesta kelalaian.

Piring Kosong Kepercayaan

Apa yang terjadi di Tomo bukan hanya kasus kesehatan, melainkan juga erosi kepercayaan. Jika penyedia MBG abai, maka yang kosong bukan sekadar perut anak-anak, melainkan pula kepercayaan masyarakat terhadap janji negara.

Kini, bola ada di tangan pemerintah: apakah akan menutup kasus ini dengan kalimat normatif “sedang ditangani”, atau berani membongkar borok penyedia dan menegakkan akuntabilitas?

Karena pada akhirnya, bangsa ini tak hanya butuh program “bergizi”, tetapi juga integritas yang tidak basi sebelum waktunya.

Elang Salamina